Mereka seolah-oleh melaju sendirian di jalan raya dan tak perduli dengan kendaraan lain di sekitarnya. Mereka seperti tak mendengar teriakan, bentakan, atau suara klakson yang menyalak. Mereka juga seolah tak melihat sorot lampu dim berkali-kali dari mobil yang ada di belakang. Yang menjadi penyebab semua itu adalah perangkat bernama telefon genggam alias handphone.
Ya, ini memang sebuah fakta yang harus kita terima. Handphone yang bersifat mobile telah menciptakan suatu perubahan psikologi bagi para pemakainya. Sesuai karakteristiknya, handphone memungkinkan sang pengguna bisa berkomunikasi dalam kondisi mobile (bergerak), di mana saja, dan kapan saja, sepanjang masih dalam cakupan area jaringan. Oleh karena itu, setiap orang pun berusaha memanfaatkan setiap kesempatan berbicara melalui handphone , termasuk ketika ia sedang menyetir kendaraan.
Perilaku demikian—yang sebenarnya sangat buruk—sudah menjadi pemandangan umum di jalanan setiap hari. Tak hanya pengendara mobil mewah, para pengemudi taksi, sopir angkutan umum, hingga sopir truk, bahkan sudah biasa "berhandphone ria" sambil menyetir kendaraan mereka. Yang lebih gila lagi, ada beberapa pengemudi yang tergolong "berani mati". Bukan hanya sebatas berbicara lewat handphone , sambil menyetir kendaraan, beberapa pengemudi justru membaca dan menulis SMS (short message services/layanan pesen pendek). Celakanya, perilaku buruk berkaitan dengan handphone itu juga menular ke pengendara motor.
Padahal, berbicara, membaca, atau menulis SMS lewat handphone sambil menyetir menyebabkan apa yang disebut sebagai distorsi orientasi. Fokus dan konsentrasi pengemudi tidak lagi pada laju kendaraan dan lalu-lalang kendaraan di sekitarnya. Selama menyetir, konsentrasi mereka terpecah oleh aktivitas pembicaraan atau aksi fisik berkaitan dengan handphone mereka. Tentu saja, terpecah dan hilangnya fokus pada saat berkendaraan, bukan saja menghambat kelancaran arus lalu lintas, tapi juga bisa menjadi sumber malapetaka yang mengancam keselamatan jiwa.
Reaksi lambat
Para pakar mengidentikkan perilaku mengemudi sambil menggunakan handphone sama seperti orang mengemudi sambil mabuk. Hasil penelitian terbaru memperlihatkan bahwa waktu yang dibutuhkan pengemudi yang menggunakan handphone sambil menyetir sangatlah lambat. "Jika anda mendapati seorang pengemudi berusia 20 tahun tengah mengemudi sambil berbicara lewat handphone , waktu reaksi mereka sama dengan seorang berusia 70 tahun yang nyetir tapi tidak menggunakan handphone ," kata David Strayer, profesor psikologi Universitas Utah, AS.
Strayer bersama sejumlah koleganya melakukan simulasi komputer untuk menguji sejauh mana dampak penggunaan handphone sambil menyetir terhadap arus lalu lintas dan keselamatan. Strayer secara detil mengumumkan hasil temuannya dalam suatu presentasi pada pertemuan tahunan Badan Riset Transportasi Amerika Serikat pada tanggal 16 Januari 2008.
Dalam simulasi tersebut, para partisipan berada dalam simulator yang menggunakan instrumen dashboard, roda kemudi (steer), pedal rem gas dari sedan Ford Crown Victoria. Untuk menciptakan kesan seolah-olah berada di jalan raya, partisipan dikelilingi oleh tiga layar yang berisi gambar pemandangan jalan raya dengan lalu lintasnya, termasuk gerakan mobil yang sebentar-sebentar mengerem mendadak sebanyak 32 kali yang dimunculkan di depan partisipan.
Jika partisipan gagal mengerem, mereka akan menabrak bagian belakang mobil yang ada di depannya. Tiap partisipan menjalani empat simulasi dengan jarak tempuh 10 mil perjalanan di jalan tol selama 10 menit. Mereka juga diharuskan berbicara menggunakan handphone dengan pembantu peneliti selama setengah perjalanan dan mengemudi tanpa bicara dengan handphone pada setengah lainnya. Pembicaraan menggunakan perangkat hands-free.
Dari hasil studi Strayer terlihat, pengemudi yang berbicara menggunakan handphone-nya selama menyetir, waktunya 18 persen lebih lambat untuk mengerem. Selain itu, waktu mereka juga 17 persen lebih lama untuk memulai kembali melajukan kecepatan mobilnya pascapengereman. Itu jelas menghalangi dan mengganggu orang lain.
"Begitu pengemudi yang berbicara lewat handphone itu mengerem mobilnya, ia butuh waktu lebih lama untuk kembali ke kecepatan yang normal," kata Strayer. "Hasil bersihnya, mereka merintangi dan mengganggu arus lalu lintas secara keseluruhan."
"Jika anda bicara menggunakan handphone selama berkendaraan, itu akan menjadikan perjalanan anda lebih jauh, karena kecepatan kendaraan anda lebih rendah. Akibatnya, orang lain yang ada di jalan juga jadi telat," kata Joel Cooper, mahasiwa doktoral bidang psikologi di Universitas Utah yang membantu studi tim Strayer.
"Hands-free" bukan jaminan
Memang, ada anjuran agar kita menggunakan perangkat hands-free jika ingin aman dan selamat saat berbicara menggunakan handphone selama menyetir. Hands-free dinilai sebagai salah satu solusi mujarab karena pengguna tidak lagi harus memegang handphone , melihat display nomor siapa yang masuk, lalu menempelkannya di telinga ketika berbicara. Begitu nada panggil berbunyi, pengguna cukup mengklik satu kali tombol di hands-free dan setelah itu bisa berbicara sambil menyetir dengan dua tangan.
Namun, persoalannya tidak sesederhana yang dilihat. Memang betul, dengan menggunakan fasilitas hands-free, pengemudi tidak harus menggunakan satu tangan untuk memegang handphone , sementara tangan lain menyetir. Yang jadi sumber masalah, lambatnya reaksi pengemudi terhadap setiap perubahan selama menyetir bukan lantaran adanya "gangguan" gerak semata seperti halnya mengangkat handphone . Akan tetapi, gangguan bisa dalam bentuk lain. Hal ini terbukti lewat hasil penelitian Jonathan Levy.
Levy, psikolog dari Universitas California, San Diego, AS, melakukan penelitian yang mirip dengan yang dilakukan David Strayer. Ia melibatkan 40 orang mahasiswa dan menggunakan simulator berupa setir, pedal gas, dan rem, serta layar plasma di sekeliling mereka. Para mahasiswa itu dikondisikan seolah-olah sedang menyetir mobil dan mengikuti mobil yang ada di depannya.
Pada sesi pertama, mereka diharuskan menyetir saja, tanpa melakukan pekerjaan apa pun, lalu diberitahu untuk mengerem secepat mungkin begitu lampu rem mobil di depannya menyala. Pada sesi kedua, sambil menyetir para mahasiswa itu diharuskan melakukan pekerjaan lain yang sifatnya sederhana, seperti menekan-nekan tombol yang ada di setir atau mengucapkan kata-kata secara nyaring saat lampu rem mobil di depannya menyala. Saat itu, kecepatan reaksi mereka untuk mengerem dicatat.
Ternyata, kecepatan reaksi pada sesi kedua 174 milidetik lebih lambat dari kecepatan reaksi mahasiswa pada sesi pertama yang mencapai 350 milidetik. Setelah dihitung, keterlambatan selama 174 milidetik itu sama dengan jarak 16 kaki atau 5 meter lebih pada kecepatan mobil 65 mph.
Poin penting dari penelitian Levy adalah konsentrasi dan fokus orang yang sedang menyetir bisa terganggu oleh adanya satu input, baik berupa suara (didengar) atau dalam bentuk visual (dilihat), baik respons vokal maupun manual. "Hasil penelitian ini memperlihatkan, tangan yang bebas (karena tidak memegang handphone ) tidak menghasilkan reaksi berupa waktu mengerem yang lebih cepat. Otak manusia berusaha untuk melihat dan mendengar pada waktu yang bersamaan," kata Levy. ***
Penulis: T. A. Taufik, S.T.Alumnus Teknik Elektro ITB, Pengamat Masalah TI.